Sunday, October 28, 2018

"The Albino Girl"

By Arizelia Fox


          Di sore hari, seorang gadis duduk di atas rumput di halaman belakang rumahnya. Dia duduk sendirian disana sambil melamun. Gadis itu memikirkan apa yang telah dia alami selama hidupnya bersama teman-temannya yang entah bisa disebut teman atau tidak. Karena sikapnya tidak seperti seorang teman yang baik melainkan seorang teman yang buruk. Yah, lebih tepatnya seburuk iblis, pikir gadis itu. Meski dia belum pernah bertemu dengan iblis sesungguhnya. Dia mendengus berat dan berbicara sendiri.

          Mungkin aku berbeda. Mungkin aku memiliki kelebihan yang tidak mereka miliki sehingga mereka iri padaku. Bahkan, mungkin aku juga memiliki kekurangan yang jauh melebihi mereka.
          Lalu, untuk apa mereka membully ku? Apa mereka kira aku ini boneka hidup? Apa mereka kira aku adalah tontonan yang sangat menghibur? Apa mereka pikir dengan membully ku mereka akan mendapat pujian dan penghargaan dari orang lain? Hah dalam mimpi!
          Mereka tidak tau bagaimana rasanya di bully setiap hari. Itu karena mereka tidak pernah di bully. Oh, atau mungkin mereka pernah di bully lalu melampiaskan kekesalan mereka padaku. Mereka tidak pernah memikirkan bagaimana perasaanku. Mereka tidak peduli. Mereka hanya ingin mempermainkanku. Mereka hanya ingin melampiaskan kekesalan mereka padaku. Tidak ada satu pun teman yang menghentikan tindakan mereka. Tidak ada satu pun teman yang membantuku.
          Aku mulai muak dengan semua ini. Aku tidak mau pergi ke sekolah lagi. Aku tidak mau di bully lagi. Aku tidak mau menjadi boneka yang selalu mereka permainkan seenaknya. Aku ingin bebas.

Aku benci! Benci! Benci! Benci!
Aku benci hidupku! Aku benci diriku!
Aku benci tidak bisa melawan mereka...

          Oh Tuhan apakah ini memang sudah takdirku? Ku harap bukan. Jika benar ini takdirku aku tidak akan langsung menerimanya begitu saja. Aku akan mencoba merubah takdirku. Tapi aku butuh sebuah dukungan walau pun kecil.

"Tapi siapa yang mau memberiku dukungan?" kata si gadis albino.
"Tentu saja keluargamu dasar adik bodoh!" seru kakaknya, dari belakang. Gadis itu langsung menoleh ke belakang.
"Eh, kakak? Apa yang kakak lakukan disini? Apa kakak mendengar semuanya? Kenapa kakak menguping? Sampai mana kakak tau?" pertanyaan muncul bertubi-tubi.
"Aku mencarimu. Ya, aku dengar semuanya. Maaf aku sudah menguping. Dari awal sampai akhir." Lalu, sang kakak menghampiri adiknya, si gadis albino, dan duduk disebelahnya.
"Ada apa kakak sampai mencariku?" gadis itu terus menatap kakaknya.
"Tiba-tiba aja kamu nggak ada di rumah. Asal kamu tau kakakmu ini sangat mengkhawatirkan kondisi adiknya." menatap ke atas langit.
"Maksud kakak?"
"Kamu pikir kakak nggak bakalan tau tentang masalahmu di luar sana? Aku ini kakakmu dan sebenarnya kakak sempat mendengar beberapa gosip tidak mengenakkan tentangmu. Jadi kakak mencari tau "Apa gosip itu benar atau salah?". Dan ya kakak terpaksa datang ke sekolahmu saat kamu tidak masuk sekolah."
"Maaf aku membuat kakak khawatir. Aku janji nggak akan membuat kakak khawatir lagi."
"Caranya?" sang kakak memiringkan kepala dan menatap adiknya.
"Uhm, masih aku pikirkan." mendengar jawaban itu sang kakak mendengus halus.
"Hei, kamu itu masih punya keluarga yang bisa mendukungmu kapan pun kamu membutuhkannya. Kalau punya masalah jangan dipendam sendiri, setidaknya curhatlah kepada seseorang yang kamu percayai, seperti kakak misalnya. Kalau kamu membutuhkan bantuan kakak langsung saja bilang, kakak selalu siap untuk membantumu. Soalnya apa sih yang enggak buat adik kesayanganku satu ini."
          Sang kakak tertawa sambil mengacak-acak rambut adiknya yang semula rapi menjadi berantakan seperti orang yang baru bangun tidur. Si gadis albino itu menggerutu kesal sekaligus senang karena dia memiliki sebuah keluarga yang utuh dan hangat dan saling menguatkan satu sama lain. Dia memeluk kakaknya begitu erat, entah karena rasa sayang atau gemas dengan kakaknya.

          Esoknya adalah hari senin waktunya upacara, kakak beradik itu datang ke sekolah bersama. Mereka berdua sama-sama mengikuti pelaksanaan upacara bendera tersebut. Sebelum semua pasukan upacara di bubarkan, si gadis albino itu pergi menuju ke tengah lapangan di dampingi oleh sang kakak. Sang kakak sangat mendukung adiknya. Berkat dukungan kakaknya dia bisa memberanikan diri untuk mengeluarkan semua unek-uneknya maksudnya yang dia alami selama ini kepada semua teman-temannya. Setelah mendengarnya ada beberapa anak yang merasa bersalah, prihatin, takut, sedih, marah. Saat itu semua emosi bercampur aduk di lapangan upacara.

          Setelah semua pasukan di bubarkan, tiba-tiba segerombolan anak menyerbu si gadis. Banyak dari mereka yang meminta maaf dan mendukung penuh keberanian gadis itu untuk melawan si tukang bully. Ternyata respon yang dia terima tidaklah seburuk yang dia pikirkan, dia begitu bahagia. Ternyata semua perjuangan yang dia lakukan selama ini tidaklah sia-sia.



If you don’t go after what you want, you’ll never have it. If you don’t ask, the answer is always no. If you don’t step forward, you’re always in the same place. - Nora Roberts -


- The End -